Rekasi Jender menurut Tafsir Al-Sya'rawi
| Cover Artist | Yudiarto Iskandar |
|---|---|
| Foreword Author | Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar, M.A. |
| First Edition | Yes |
|---|
| Quantity | 1 |
|---|---|
| Read | |
| Index | 62 |
| Added Date | May 29, 2014 04:51:41 |
| Modified Date | Oct 29, 2024 03:47:29 |
| Purchased | Dec 20, 2004 at Gramedia Balikpapan |
|---|---|
| Condition | Sangat Bagus |
Pandangan yang berkembang dalam masyarakat mengenai status dan peran perempuan masih terbagi ke dalam dua kutub yang berseberangan. Di satu sisi, umumnya masyarakat berpendapat bahwa perempuan harus di dalam rumah, mengabdi kepada suami, dan hanya mempunyai peran domestik. Di sisi lain, berkembang pula anggapan bahwa perempuan harus bebas sesuai dengan hak tentang kebebasan. Menurut penulis buku ini, fenomena tersebut terjadi akibat belum dipahaminya konsep relasi jender.
Bagi umat Islam sendiri, perbedaan pandangan tersebut sangat berkaitan erat dengan adanya perbedaan dalam memahami teks-teks Al Quran yang berbicara tentang relasi jender. Karya ini di samping bertujuan untuk mengungkap hak-hak perempuan dalam relasi jender menurut Tafsir Al-Sya'rawi, juga untuk mengetahui bagaimana pandangan Al-Sya'rawi mengenai hal-hal yang terkait dengan hak-hak tersebut.
Istibsyaroh, lahir di Jombang 19 September 1955, menjaabt dosen di Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya. Menyelesaikan S1 di Fak. Tarbiyah Sunan Ampel Malang (1979) dan Fak. Hukum Undar Jombang (1997), S2 Program Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya (2002), dan S3 Program Pascasarjana UIN Syarief Hidayatullah Jakarta (2003). Menjadi angota DPRD Kab. Kediri (Komisi E) periode 1992-1997, aktif pada beberapa organisasi perempuan, serta menulis untuk berbagai jurnal ilmiah di bidangnya.
"Memberi perspektif baru dalam wacana keperempuanan, menunjukkan bahwa pandangan ulama terhadap relasi jender tidak monoton. Syaikh Mutawalli Sya'rawi memiliki pandangan orisinal, dan meskipun masih terdapat bias jender dalam menafsirkan beberapa ayat, tetapi banyak pendapatnya berbeda dengan mainstream ulama tafsir sebelum dan segenerasinya."
Prof. Dr. Nasarudin Umar, MA, Direktur Pusat Studi Quran Jakarta